Kemarahan yang Menyala Indah di “It Was Just An Accident”

Film It Was Just An Accident bukan sekadar drama psikologis biasa. Ia menggali dalam-dalam tentang kemarahan manusia, rasa bersalah, dan bagaimana emosi destruktif bisa tampak begitu indah di tengah kehancuran. Frasa kunci It Was Just An Accident muncul di awal agar topik langsung jelas.Film ini menantang penonton untuk bertanya: Seberapa jauh seseorang bisa menutupi kesalahannya sebelum amarah menelan segalanya?

Baca juga : Larangan Tradisi Masukkan Koin ke Peti Mati di Sapporo

Plot Penuh Luka: Kecelakaan yang Mengubah Segalanya

Cerita It Was Just An Accident dimulai dengan sebuah insiden tragis — kecelakaan yang seharusnya tak disengaja. Namun, dari peristiwa itu, hidup para tokohnya berubah total.
Tokoh utama, Elara, seorang pelukis muda yang pendiam, tanpa sengaja menyebabkan kematian seseorang. Ia mencoba melupakan, tapi rasa bersalah itu tumbuh menjadi amarah — kepada dirinya sendiri dan dunia di sekitarnya.

Sutradara menggambarkan perjalanannya dengan nuansa visual yang suram namun indah, menggunakan pencahayaan lembut dan simbolisme warna merah untuk melukiskan intensitas emosinya.

Ketika Amarah Menjadi Seni

Bagian paling menarik dari It Was Just An Accident adalah bagaimana kemarahan diubah menjadi bentuk ekspresi artistik. Elara mulai menuangkan rasa bersalah dan kemarahannya ke dalam lukisan-lukisan yang makin kelam namun menakjubkan.

Dalam adegan tertentu, sapuan kuasnya terasa seperti ledakan emosional — setiap warna mewakili tahap kemarahan: dari keputusasaan hingga penerimaan.
Film ini seakan mengatakan bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari amarah, tapi bisa memilih bagaimana menyalurkannya.

Baca juga : Harga Minyak Dunia Anjlok ke Titik Terendah, Ini Penjelasannya

Sinematografi yang Puitis dan Gelap

Sinematografi film ini patut diacungi jempol. Setiap frame tampak seperti lukisan hidup yang sarat makna.
Penonton akan dibawa ke dalam dunia yang penuh simbolisme — air hujan yang terus turun, cermin retak, dan bayangan panjang yang seolah berbicara tentang hati yang remuk.

Sutradara Lina Cho, dalam wawancaranya, menyebut bahwa ia terinspirasi oleh karya sutradara seperti Park Chan-wook dan Darren Aronofsky, yang dikenal dengan pendekatan visual intens dan psikologis.

“Saya ingin menunjukkan bahwa amarah tidak selalu buruk. Kadang, ia justru membuat kita lebih jujur,” ujar Lina Cho dalam salah satu sesi wawancara di Busan Film Festival.

Akting yang Memukau dan Emosi yang Jujur

Performa akting Han So-hee sebagai Elara menjadi pusat gravitasi film ini. Ia berhasil menampilkan kompleksitas emosi — dari penyangkalan, penyesalan, hingga kemarahan yang meledak tanpa kontrol.
Sementara itu, Lee Do-hyun tampil solid sebagai karakter misterius yang memicu konflik batin Elara.

Keduanya menampilkan dinamika hubungan yang intens dan penuh rahasia. Setiap percakapan terasa seperti ledakan kecil yang menunggu waktu untuk menghancurkan segalanya.

Makna Tersembunyi: Tentang Kesalahan dan Pengampunan

Meski terlihat sebagai kisah kelam, It Was Just An Accident sebenarnya berbicara tentang penerimaan diri dan makna pengampunan.
Film ini menunjukkan bahwa manusia bisa jatuh ke dalam jurang amarah, tapi keindahan justru muncul ketika kita mulai memahami luka itu sendiri.

Baca juga : Praperadilan Nadiem Makarim Ditolak, Kuasa Hukum Tunjukkan Keberatan

Judulnya — It Was Just An Accident — terasa ironis. Kecelakaan itu memang “hanya” sebuah insiden, tapi dampaknya menembus batas waktu dan moral.

Kesimpulan: Tragedi yang Menjadi Keindahan

Secara keseluruhan, It Was Just An Accident adalah film psikologis yang memadukan seni, rasa bersalah, dan kemarahan menjadi satu pengalaman emosional mendalam.
Ia bukan hanya tentang tragedi, tapi tentang keindahan yang bisa lahir dari luka.

Jika Anda menyukai film seperti Black Swan atau Decision to Leave, film ini wajib ada di daftar tonton Anda.
Sebuah karya yang membuktikan bahwa kadang, amarah memang bisa jadi sesuatu yang indah.

Related Posts

Review The First Ride: Kacaunya Liburan Bareng Bestie

Review The First Ride membawa penonton ke dalam pengalaman liburan yang penuh tawa, drama, dan kekacauan. Film ini sejak awal memperlihatkan energi persahabatan yang kuat, tetapi juga menunjukkan bagaimana liburan…

Baca selengkapnya

Film Frankenstein dan Pertanyaan Moral Tentang Ciptaan Manusia

Film Frankenstein kembali mengguncang penonton dengan kisah klasik yang relevan hingga kini: tanggung jawab seorang pencipta terhadap makhluk ciptaannya. Cerita ini diadaptasi dari novel legendaris Mary Shelley yang menyoroti ambisi…

Baca selengkapnya

Awas Terlewatkan

Review The First Ride: Kacaunya Liburan Bareng Bestie

Review The First Ride: Kacaunya Liburan Bareng Bestie

Film Frankenstein dan Pertanyaan Moral Tentang Ciptaan Manusia

Film Frankenstein dan Pertanyaan Moral Tentang Ciptaan Manusia

Review The First Ride: Kacaunya Liburan Bareng Bestie

Review The First Ride: Kacaunya Liburan Bareng Bestie

Boss: Kisah Gangster yang Ingin Pensiun

Boss: Kisah Gangster yang Ingin Pensiun

Toy Story 5: Woody Punya Tampilan Baru dan Musuh Misterius

Toy Story 5: Woody Punya Tampilan Baru dan Musuh Misterius

Lost and Found: Perjalanan Mencari dan Menemukan Diri

Lost and Found: Perjalanan Mencari dan Menemukan Diri